Fiqih Syiasah
Pengertian
Fiqih Syiasah (politik islam)
Kata “fiqih siyâsah” yang tulisan bahasa Arabnya adalah “الفقه السياسي” berasal dari dua kata yaitu kata fiqih (الفقه) dan yang kedua adalah al-siyâsî (السياسي).
Kata fiqih secara bahasa adalah faham. Ini
seperti yang diambil dari ayat Al-Qur’an {قالوا يا
شعيب ما نفقه كثيرا مما تقول}, yang artinya “kaum berkata: Wahai
Syu’aib, kami tidak memahami banyak dari apa yang kamu bicarakan”.
Secara istilah, menurut ulama usul, kata fiqih berarti: {العلم بالأحكام الشرعية العملية المكتسب من أدلتها التفصيلية}
yaitu “mengerti hukum-hukum syariat yang sebangsa amaliah yang digali dari
dalil-dalilnya secara terperinci
Sedangkan al-siyâsî pula, secara bahasa
berasal dari “ساس – يسوس – سياسة” yang memiliki arti
mengatur (أمر/دبّر), seperti di dalam
hadis: “كان بنو إسرائيل يسوسهم أنبياؤهم أي تتولى
أمورهم كما يفعل الأمراء والولاة بالرعية”, yang berarti:
“Adanya Bani Israil itu diatur oleh nabi-nabi mereka, yaitu nabi mereka
memimpin permasalahan mereka seperti apa yang dilakukan pemimpin pada
rakyatnya”. Bisa juga seperti kata-kata “ساس زيد الأمر
أي يسوسه سياسة أي دبره وقام بأمره” yang artinya: “Zaid mengatur sebuah
perkara yaitu Zaid mengatur dan mengurusi perkara tersebut”. Sedangkan kata
mashdar-nya yaitu siyâsah itu secara bahasa bermakna: “القيام على الشيء بما يصلحه” yang artinya “bertindak pada sesuatu
dengan apa yang patut untuknya”.
Secara
terminologis dalam lisan Al-Arab, Siasah adalah mengatur atau
memimpin sesuatu dengan cara membawa kepada kemaslahatan. Sedangkan di dalam
Al-Munjid di sebutkan, Siasah adalah membuat kemaslahatan
manusia dengan membimbing mereka ke jalan yang menyelamatkan. Dan siasah adalah
ilmu pemerintahan untuk mengendalikan tugas dalam negeri dan luar negeri, yaitu
politik dalam negeri dan pilitik luar negeri serta kemasyarakatan, yakni mengatur
kehidupan atas dasar keadilan dan istiqomah.
Sementara itu secara etimologi,
mengenai asal kata siyasah terdapat beberapa pendapat yang berbeda dikalangan
ahli fiqih, diantaranya:
1)
Sebagaimana dianut Al Maqrizy mengatakan bahwa kata
siyasah berasal dari bahasa mongol yakni dari kata yasah yang mendapat
imbuhan sin berbaris kasra diawalnya sehingga dibaca siayasah. Pendapat
tersebut didasarkan pada sebuah kitab undang- undang milik
Jenghis Khan yang berjudul ilyasa yang berisi panduan pengelolaan negara dan
berbagai bentuk hukuman berat bagi pelaku pindak pidana tertentu.
2)
sebagaimana yang dianut Ibn Taghri Birdi, Siyasah
berasal dari campuran dari tiga bahasa, yakni bahasa Persia, Turki dan Mongol.
Partikel Si dalam Bahasa Persia berarti 30, yasa dalam bahasa Turki dan Mongol
berarti larangan dan karena itu ia dapat juga dimaknai sebagai hukum atau
aturan.
3)
Sebagaimana dianut Ibnu Manzhur menyatakan siyasah
berasal dari Bahasa Arab, yakni bentuk mashdar dari tashrifan kata sasa-yasusu-siyasatan,
yang semula berarti mengatur, memelihara, atau melatih binatang, khususya kuda.
( “Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada; 2008”).
Adapun menurut Terminologi Ulama, pengertian fiqih siayasah adalah sebagai berikut:
1)
Menurut Ahmad Fathi, fiqih siyasah adalah Pengurusan
kemaslahatan umat manusia sesuai dengan ketentuan syara (Ahmad Fathi Bahantsi
dalam al-siyasah al-jinaiyyah fi al-syari’at al-Islamiyah).
2)
Menurut Ibnu’Aqil, dikutip dari pendapat Ibnu
al-Qoyyim, bahwa fiqh siyasah adalah Perbuatan yang membawa manusia lebih dekat
pada kemalahatan (kesejahteraan) dan lebih jauh menghindari mafsadah
(keburukan/ kemerosotan), meskipun Rasul tidak menetapkannya dan wahyutidakmembimbingnya.
3)
Menurut Ibnu ’Abidin yang dikutip oleh Ahmad Fathi
adalah Kesejahteraan manusia dengan cara menunjukkan jalan yang benar (selamat)
baik di dalam urusan dunia maupun akhirat. Dasar-dasar siyasah berasal dari
Muhammad saw, baik tampil secara khusus maupun secara umum, datang secara lahir
maupun batin.
4)
Menurut Abd Wahab al-Khallaf, Siyasah syar\’iyyah
adalah pengurusan hal-hal yang bersifat umum bagi negara Islam dengan cara
menjamin perwujudan kemaslahatan dan menghindari kemadaratan (bahaya) dengan
tidak melampaui batas-batas syari\’ah dan pokok-pokok syari’ah yang bersifat
umum, walaupun tidak sesuai dengan pendapat ulama-ulama Mujtahid.
Maksud Abd Wahab tentang masalah umum negara antara lain adalah ;
Pengaturan perundangan-undangan negara.- Kebijakan dalam harta benda (kekayaan) dan keuangan.-Penetapan hukum, peradilan serta kebijakan pelaksanaannya, dan-Urusan dalam dan luar negeri.
Maksud Abd Wahab tentang masalah umum negara antara lain adalah ;
Pengaturan perundangan-undangan negara.- Kebijakan dalam harta benda (kekayaan) dan keuangan.-Penetapan hukum, peradilan serta kebijakan pelaksanaannya, dan-Urusan dalam dan luar negeri.
5)
Menurut Abd al-Rahman Taj; siyasah syar’iyah adalah
hukum-hukum yang mengatur kepentingan negara dan mengorganisir urusan umat yang
sejalan dengan jiwa syari’at dan sesuai dengan dasar-dasarnya yang universal
(kully), untuk merealisasikan tujuan-tujuannya yang bersifat kemasyarakatan,
meskipun hal tersebuttidak ditunjukkan oleh nash-nash yang terinci dalam
Al-Qur’an maupun al-Sunnah.
6)
Ibn Taimiyah menganggap bahwa norma pokok dalam makna
kontekstual ayat 58 dan 59 surat al-Nisa, tentang dasar-dasar pemerintahan
adalah unsur penting dalam format siyasah syar’iyah. Ayat pertama berhubungan
dengan penguasa, yang wajib menyampaikan amanatnya kepada yang berhak dan
menghukumi dengan adil, sedangkan ayat berikutnya berkaitan dengan rakyat, baik
militer maupun sipil, yang harus taat kepada mereka. Jika meminjam istilah
untuk negara kita adalah; Penguasa sepadan dengan legislatif, yudikatif dan
eksekutif (trias politika)dan rakyat atau warga negara.
7)
Sesuai dengan pernyataan Ibn al-Qayim, siyasah
syar’iyah harus bertumpu kepada pola syari’ah. Maksudnya adalah semua
pengendalian dan pengarahan umat harus diarahkan kepada moral dan politis yang
dapat mengantarkan manusia (sebagai warga negara) kedalam kehidupan yang adil,
ramah, maslahah dan hikmah. Pola yang berlawanan dari keadilan menjadi dzalim,
dari rahmat menjadi niqmat(kutukan), dari maslahat menjadi mafsadat dan dari
hikmah menjadi sia-sia.
2.2
Kaidah-Kadiah Fiqih Syiasah
Kaidah-kadiah fiqih yang dapat digunakan untuk mempelajari dan mengembangkan siyasah antara lain:
• “Perubahan hukum dengan sebab berubahnya zaman, tempat, situasi, adat dan niat”
• “Kemaslahatan yang umum didahulukan atas kemaslahatan yang khusus”
• “Kesulitan membawa kepada kemudahan”
• “Tindakan atau kebijaksanaan kepala Negara terhadap rakyat tergantung kepada kemaslahatan.”
• “Apa yang tidak bisa dilaksanakan seluruhnya (secara sempurna) janganlah ditinggalkan seluruhnya.”
Kaidah-kadiah fiqih yang dapat digunakan untuk mempelajari dan mengembangkan siyasah antara lain:
• “Perubahan hukum dengan sebab berubahnya zaman, tempat, situasi, adat dan niat”
• “Kemaslahatan yang umum didahulukan atas kemaslahatan yang khusus”
• “Kesulitan membawa kepada kemudahan”
• “Tindakan atau kebijaksanaan kepala Negara terhadap rakyat tergantung kepada kemaslahatan.”
• “Apa yang tidak bisa dilaksanakan seluruhnya (secara sempurna) janganlah ditinggalkan seluruhnya.”
Kaidah-kaidah tersebut menegaskan bahwa suatu kebijaksanaan, keputusan,
peraturan, perundang-undangan atau hukum di bidang muamalah yang ditetapkan
pada suatu waktu dan tempat tertentu dapat diubah atau diganti oleh pemegang
kekuasaan/ pemerintah. Perubahan perlu apabila ia tidak lagi relevan dengan
realpolitic. Sebab perubahan zaman, tempat, situasi dan kultur dengan suatu
peraturan dan undang-undang yang lebih sesuai dengan waktu berakhir. Perubahan
atau pergantian tentu tidak asal berubah saja. Tetapi perubahan yang tetap
berorientasi kepada nilai-nilai dan jati diri manusia dan kemanusian. Muatannya
tidak bertentangan secara subtansial dengan nash-nash syariat yang bersifat
universal pada setiap zaman dan tempat. Ia juga harus bersifat transparan,
sehingga dapat mengantisipasi perkembangan zaman yang dihadapi dan mampu
menampung aspirasi masyarakat bagi kemajuan social budaya, ekonomi dan politik
untuk mewujudkan kemaslahatan umat.
2.2.1 Contoh kaidah-kaidah fiqhiyah
dipergunakan dalam fiqih siyasah adalah :
a. الحكم يدو ر مع علته وجو د ا و عد ما.
”Hukum selalu konsisten dengan
illatnya (alasan-alasannya), ada dan tidakadanya hukum tergantung dengan ada
dan tidak adanya alasan tersebut”
Contoh,
menurut ’Abduh jika disuatu negara masih ada perjudian, dana judi kemudian
diberikan kepada fakir miskin, maka mereka dapat memanfaatkan dana tersebut
untuk kebutuhan primer mereka. Pada suatu saat Umar ibn Khattab tidak memvonis
pencuri-pencuri dipotong tangan, karena kejadian tersebut berada masa paceklik.
Muallaf qlubuhum dipandang tidak ada pada saat itu, sehingga satu asnaf tidak
diberi jatah zakat.
b. تغير الأحكام بتغير الأزمنة
والأمكنة والأحوال والعوائد والنيــــا ت.
”Perubahan
hukum sejalan dengan dimensi ruang dan waktu, keadaan, kebiasaan dan niat
(hukum adalah bersifat kondisional)”.
Contoh pada
masa Orba UUD 45 hampir tidak tersentuh oleh perubahan. Sesudah reformasi
amandemen UU D 45, dilakukan karena pertimbangan kepentingan/kebutuhan bangsa
dan rakyat Indonesia.
c. د فع المفـــــا سد وجلب
المصــالح.
”Menghindari bahaya agar dapat
memperoleh maslahat (kebaikan secara umum)”. Contoh UU Perkawinan di Indonesia
dengan menggunakan azaz monogami merupakan keinginan bangsa Indonesia, agar menghargai
terhadap perempuan. Praktik ilegal gami dilakukan oleh laki-laki karena
kepentingan seks dan dilakukan dengan main kuncing-kucingan.
2.3
Kedudukan Fiqh Siyasah dalam sistematika hukum Islam
Secara umum kajian keIslaman dibagi
dua macam;
a).secara
vertikal hubungan manusia dengan Allah, kemudian disebut bidang ’ubudiyyah.
b).secara
horizontal hubungan antara individu manusia dengan manusia yang lain bahkan
kelompok, kemudian menggunakan istilah mu’amalah.
Bagian
pertama dikemas dalam kajian shalat, zakat, puasa dan haji. Bagian yang kedua
dikemas dalam urusan muamalah secara luas. T.M. Hasbi ash-Shiddieqie (1904-1975
M), membagi sistematika hukum Islam menjadi:
Ø Ibadah
kepada Allah seperti shalat, zakat, puasa dan haji.
Ø Hukum
keluarga seperti nikah, thalak dan ruju’
Ø Hukum
kebendaan seperti jual-beli, sewa-menyewa.
Ø Hukum
tentang perang damai dan jihad (siyar).
Ø Hukum acara
di peradilan. (al-ahkam al-murafa’at).
Ø Hukum ahlak
(adab).
2.4 Bagian-bagian Fiqih Siyasah
Setelah kita mengetahui tentang pengertian dan penamaan Politik Islam dalam
Islam adalah Fiqih Siyasah. Maka dalam kajian kali ini akan dibahas mengenai
bidang-bidang Fiqih Siyasah. Dan Fiqih Siyasah ini menurut Pulungan (2002,
hal:39) terbagi menjadi empat bagian, yaitu:
1)
Siyasah Dusturiyah
2)
Siyasah Maliyah
3)
Siyasah Dauliyah
4)
Siyasah Harbiyah
2.4.1 Siyasah Dusturiyah
Siyasah Dusturiyah menurut tata bahasanya terdiri dari dua suku kata yaitu
Siyasah itu sendiri serta Dusturiyah. Arti Siyasah dapat kita lihat di
pembahasan diatas, sedangkan Dusturiyah adalah undang-undang atau peraturan.
Secara pengertian umum Siyasah Dusturiyah adalah keputusan kepala negara dalam
mengambil keputusan atau undang-undang bagi kemaslahatan umat.
Sedangkan menurut Pulungan (2002, hal:39) Siyasah Dusturiyah adalah hal yang
mengatur atau kebijakan yang diambil oleh kepala negara atau pemerintah dalam
mengatur warga negaranya. Hal ini berarti Siyasah Dusturiyah adalah kajian
terpenting dlam suatu negara, karena hal ini menyangkut hal-hal yang mendasar
dari suatu negara. Yaitu keharmonisan antara warga negara dengan kepala
negaranya.
2.4.2 Siyasah Maliyah
Arti kata Maliyah bermakna harta benda, kekayaan, dan harta. Oleh karena itu
Siyasah Maliyah secara umum yaitu pemerintahan yang mengatur mengenai keuangan
negara.
Djazuli
(2003) mengatakan bahwa Siyasah Maliyah adalah hak dan kewajiban kepala negara
untuk mengatur dan mengurus keungan negara guna kepentingan warga negaranya
serta kemaslahatan umat. Lain halnya dengan Pulungan (2002, hal:40) yang
mengatak bahwa Siyasah Maliyah meliputi hal-hal yang menyangkut harta benda
negara (kas negara), pajak, serta Baitul Mal.
Dari
pembahasan diatas dapat kita lihat bahwa siyasah maliyah adalah hal-hal yang
menyangkut kas negara serta keuangan negara yang berasal dari pajak, zakat
baitul mal serta pendapatan negara yang tidak bertentangan dengan syari’at
Islam.
2.4.3 Siyasah Dauliyah
Dauliyah bermakna tentang daulat, kerajaan, kekuasaan, wewenang, serta kekuasaan.
Sedangkan Siyasah Dauliyah bermakna sebagai kekuasaan kepala negara untuk
mengatur negara dalam hal hubungan internasional, masalh territorial,
nasionalitas, ekstradisi tahanan, pengasingan tawanan politik, pengusiran warga
negara asing. Selain itu juga mengurusi masalah kaum Dzimi, perbedaan agama,
akad timbal balik dan sepihak dengan kaum Dzimi, hudud, dan qishash (Pulungan,
2002. hal:41).
Dari
pengertian diatas dapat dilihat bahwa Siyasah Dauliyah lebih mengarah pada
pengaturan masalah kenegaraan yang bersifat luar negeri, serta kedaulatan
negara. Hal ini sangat penting guna kedaulatan negara untuk pengakuan dari
negara lain.
2.4.4 Siyasah Harbiyah
Harbiyah bermakna perang, secara kamus Harbiyah adalah perang, keadaan darurat
atau genting. Sedangkan makna Siyasah Harbiyah adalah wewenang atau kekuasaan
serta peraturan pemerintah dalam keadaan perang atau darurat.
Dalam kajian Fiqh Siyasahnya yaitu Siyasah
Harbiyah adalah pemerintah atau kepala negara mengatur dan mengurusi hala-hal dan
masalah yang berkaitan dengan perang, kaidah perang, mobilisasi umum, hak dan
jaminan keamanan perang, perlakuan tawanan perang, harta rampasan perang, dan
masalah perdamaian (Pulungan, 2002. hal:41).
2.5 Hubungan antara Fiqih Syiasah dengan Islam
Islam
merupakan agama yang mencakup keseluruhan sendi kehidupan manusia (syamil).
Islam bukanlah sekedar agama kerahiban yang hanya memiliki prosesi-prosesi
ritual dan ajaran kasih-sayang . Islam bukan pula agama yang hanya mementingkan
aspek legal formal tanpa menghiraukan aspek-aspek moral. Politik, sebagai salah
satu sendi kehidupan, dengan demikian juga diatur oleh Islam. Akan tetapi,
Islam tidak hanya terbatas pada urusan politik.
Ketika
seseorang mendengar istilah Islam Politik, tentu ia akan segera memahaminya
sebagai Islam yang bersifat atau bercorak politik. Dalam hal ini, Islam memang
harus memiliki corak politik. Akan tetapi, politik bukanlah satu-satunya corak
yang dimiliki oleh Islam. Sebab jika Islam hanya bercorak politik tanpa ada
corak lainnya yang seharusnya ada, maka Islam yang demikian ialah Islam yang
parsial. Munculnya varian-varian Islam dengan corak politik yang amat kuat pada
dasarnya didorong oleh kelemahan atau bahkan keterpurukan politik umat Islam
saat ini. Karena kondisi sedemikian ini, politik kemudian menjadi salah satu PR
penting umat Islam saat ini, untuk bisa bangkit dari kemundurannya.
Adapun istilah Politik Islam tentu akan segera dipahami sebagai politik ala
Islam atau konsep politik menurut Islam. Istilah ini wajar ada
karena memang dalam kenyataannya terdapat banyak konsep politik yang kurang
atau tidak sesuai dengan ajaran Islam. Pertanyaan yang selanjutnya muncul ialah
“apakah Politik Islam itu ada? Apakah Islam mempunyai konsep khusus tentang
politik, berbeda dengan konsep-konsep politik pada umumnya?” Yang jelas,
sampai batasan tertentu, Islam memang memiliki konsep yang
khas tentang politik. Akan tetapi, tentu saja Islam tetap terbuka terhadap
berbagai konsep politik yang senantiasa muncul untuk kemudian bisa melengkapi
konsep yang sudah dimiliki, sepanjang tidak bertentangan dengan konsep baku
yang sudah ada.
Sifat terbuka Islam dalam masalah politik ini tidak terlepas dari
kenyataan bahwa Islam tidaklah menetapkan konsep politiknya secara amat rinci
dalam segenap masalahnya. Ketidakrincian itu sendiri merupakan bagian dari
kebijaksanaan Allah agar Islam bisa mengembangkan konsep politiknya dari waktu
ke waktu tanpa harus terkungkung oleh rincian-rincian yang sangat mengikat,
sementara kondisi zaman senantiasa berubah dan berkembang. Akan tetapi, tidak
pula berarti bahwa Islam sama sekali tidak memiliki rincian dalam
masalah-masalah politik. Ada masalah-masalah tertentu yang telah ditetapkan
secara rinci dan tidak boleh berubah kapanpun juga, meskipun zamannya berubah.
Dalam hal ini, tidaklah benar pandangan sebagian kalangan yang mengatakan bahwa
dalam masalah politik, Islam hanya memiliki nilai-nilai normatif saja, yang
bisa diturunkan seluas-luasnya tanpa batasan-batasan yang berarti.
2.5.1 Islam Tidak Bisa Dibangun Secara
Sempurna Tanpa Politik
Tegaknya hukum-hukum Allah di muka bumi merupakan amanah yang harus diwujudkan.
Hukum-hukum tersebut tidak akan mungkin bisa tegak tanpa politik pada umumnya
dan kekuasaan pada khususnya. Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa Islam harus
ditegakkan dengan dua hal : Al-Qur’an dan pedang. Al-Qur’an merupakan sumber
hukum-hukum Allah sedangkan pedang melambangkan kekuatan politik atau kekuasaan
yang menjamin tegaknya isi Al-Qur’an.
2.6 Manfaat Mempelajari Fiqih Syiasah
Manfaat mempelajari fiqih siyasah adalah:
1Mengatur peraturan dan
perundang-undangan Negara sebagai pedoman dan landasan idiil dalam mewujudkan
kemashalatan umat.
2Pengorganisasian dan pengaturan
untuk mewujudkan kemaslahatan.
3Mengatur hubungan antara
pengusaha dan rakyat serta hak dan kewajiban masing-masing dalam usaha mencapai
tujuan Negara.
Kesimpulan
fiqh siyâsah memainkan
peranan penting di dalam hukum Islam. Ini dikarenakan, fiqh siyâsah-lah
sebuah disiplin ilmu yang akan mengatur pemerintah dalam menjalankan hukum
Islam itu sendiri bagi masyarakatnya. Tanpa keberadaan pemerintah yang Islami
(dalam hal ini pemerintah yang menjalankan konsep fiqh siyâsah),
maka sangat sulit terjamin keberlakuan hukum Islam itu sendiri bagi masyarakat
muslimnya.Imam al-Ghazâlî juga secara tegas menjelaskan ini di dalam kitabnya
yang berjudul al-`Iqtishâd fî al-`I’tiqâd.
Buktinya, tanpa pemerintah yang
minimal peduli dengan fiqh siyâsah, tidak mungkin akan mengeluarkan
salah satu produk hukum Islam sebagai hukum positif untuk rakyatnya yang
muslim. Indonesia misalnya, pada tahun 1974 telah berhasil melahirkan
undang-undang No. 1, tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatur
bahwa semua penduduk asli Indonesia yang beragama Islam untuk mematuhi
peraturan pernikahan tersebut yang terbentuk dari dasar-dasar Islami. Tanpa
ini, tentu konsep fiqh munâkahah tidak dapat diaplikasikan
secara positif di Indonesia.
Setelah membahas secara mendalam,
maka kesimpulan yang didapatkan adalah sebagai berikut:
1.
Fiqh siyâsah adalah sebuah disiplin ilmu yang isinya adalah
membahas hukum-hukum pemerintahan dan konsep menjalankan pemerintahan yang
berlandaskan syariat Islam dengan tujuan memberi kemaslahatan bagi rakyatnya.
2.
Ruang lingkup fiqh siyâsah secara keseluruhan dan secara umum,
dapat dikelompokan kepada empat (4) kelompok: 1. Siyâsah dustûriyyah;
2. Siyâsah khârijiyyah; 3. Siyâsah mâliyyah;
4. Siyasah Harbiyah
3. Kedudukan fiqh
siyâsah di dalam sistematika hukum Islam adalah berada di bawah fiqh
mu’âmalat yang diartikan secara luas, sedangkan peranannya jelasnya
adalah sangat penting bagi masyarakat muslim, karena ia adalah kunci dapat
dijalankannya hukum Islam di dalam sebuah negara yang mayoritas rakyatnya
adalah beragama muslim, selain di satu sisi fiqh siyâsah sendiri
sangat mementingkan kemaslahatan untuk rakyat dan berusaha menghilangkan
kemudaratan.
DAFTAR PUSTAKA
http://hardiananto.wordpress.com/2009/04/25/siyasah
http://languagecommunity.blogspot.com/2011/12/makalah-fiqh-siyasah.html
makalah-arif.2015 .
baca juga :
No comments:
Post a Comment