Friday, 13 November 2015

SEJARAH PERANG SALIB









SEJARAH PERANG SALIB


Dalam sejarah Perang Salib, kaum Muslimin sangat mengenal sosok pejuang Salahuddin al-Ayubi dibanding Nuruddin Mahmud Zanki. Namanya tak setenar Salahuddin, sang pembebas kota Yerussalem dari kekuasan pasukan Salib (selanjutnya dibaca salib). Meski demikian, Nuruddin-lah yang pertama kali menggelorakan semangat perjuangan itu.
Ia lahir hari Ahad 17 Syawal 511 H (Februari 1118 M), 20 tahun pasca jatuhnya al-Quds ke tangan pasukan Salib. Perawakannya tinggi, tampan dengan kulit agak kehitaman dan sedikit berjenggot. Ayahnya, Imanuddin Zanki, adalah penguasa Mosul dan Irak, sekaligus mujahid yang tangguh.
Nuruddin mewarisi tampuk kepemimpinan ayahnya yang syahid di medan jihad pada 5 Rabiul Awal 541 H. Dua misi besar yang diperjuangkan Nuruddin yakni menyatukan umat Islam dan membebaskan negeri-negeri Islam dari jajahan pasukan Salib. Ia memimpin perang dengan keberanian dan tawakal yang tinggi kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT).
Seorang ulama Qutbuddin Annisaburi begitu khawatir akan keberanian Nuruddin. “Demi Allah, jangan gadaikan nyawamu dan Islam. Jika Anda gugur dalam peperangan, maka tidak seorang pun kaum Muslimin yang tersisa pasti akan terpenggal oleh pedang,” ujar Qutbuddin.


Maka ia pun menjawab, “Siapa Nuruddin itu, sehingga ia dikatakan demikian? Mudah-mudahan karena (kematian) ku, Allah memelihara negeri ini dan Islam. Itulah Allah yang tiada Tuhan yang berhak disembah dengan hak melainkan Dia.”
Nuruddin adalah pemimpin yang selalu optimis. Pembebasan Baitul Maqdis di Yerusalem dari genggaman pasukan Salib adalah hal yang paling didambakannya.
Hingga tahun 569 H/1173 M, kerja keras Nuruddin untuk menyatukan kekuatan umat Islam yang terkotak-kotak dalam kerajaan-kerajaan kecil mencapai puncaknya. Berbagai pertempuran dahsyat antara umat Islam yang dipimpinnya dengan pasukan Salib kerap terjadi. Berbagai serangan yang dilakukannya berhasil melemahkan pasukan Salib hingga terpecah belah. Walhasil, sekitar 50 kota dan benteng yang sebelumnya dikuasai pasukan Salib berhasil direbut.
Pada 570 H/1174 M, kekuatan Islam telah terbentang dari Iraq ke Syria, Mesir, hingga Yaman. Saat yang dinanti-nanti untuk merebut Baitul Maqdis pun kian dekat. Namun takdir Allah SWT berkata lain. Nuruddin meniggal akibat penyakit penyempitan tenggorakan. Kepemimpinan kemudian dipikul muridnya, Shalahuddin al-Ayyubi.
http://fortune92.blogspot.co.id/
Pemimpin yang Adil
“Sungguh ia telah menutupi bumi dengan biografinya yang indah dan keadilannya. Aku telah membaca biografi para raja, namun aku tidak melihat, sesudah Khulafa'ur Rasyidin dan Umar bin Abdul Aziz, yang lebih baik daripada biografinya dan tidak ada yang lebih memperhatikan keadilan daripadanya,” demikian komentar Ibnu Katsir terhadap Nuruddin Mahmud Zanki.
bnu Katsir melanjutkan, ia tidak pernah membiarkan pungutan (pajak) dan membebaskan kesulitan dalam negerinya sekuat tenaga. “Ia juga sangat mengagungkan syariat dan memperhatikan hukum-hukum syariat tersebut,” tandas Ibnu Katsir.
Ia juga membangun forum keadilan (Dar Al-'Adl) di negerinya. Ia duduk bersama hakim di sana untuk melayani orang yang dizhalimi, sekalipun ia seorang Yahudi, dari orang yang berbuat zhalim, sekalipun ia putranya atau menterinya yang paling berpengaruh.
Pakar sejarah, Imam Adz-Dzahabi berkata, “Penguasa Syam, seorang raja yang adil, dialah Nuruddin.” Ia juga berkata, "Adalah Nuruddin pembawa dua panji: keadilan dan jihad. Jarang sekali mata melihat orang sepertinya.”


Shalih dan Takwa
Nuruddin Mahmud Zanki dan istrinya, Ashamat ad-Din Khatun binti al-Atabik, adalah pasangan yang gemar shalat malam. Ia juga senantiasa menjaga shalat berjamaah. Ibnu Katsir mengakuinya, “Nuruddin itu kecanduan shalat malam, banyak berpuasa dan berjihad dengan akidah yang benar.”
Selain itu Nuruddin juga dikenal sebagai pribadi yang zuhud terhadap dunia. Begitu zuhudnya, hingga konsumsi orang paling miskin pada zaman itu masih lebih tinggi dari konsumsi yang ia makan setiap hari. Tanpa simpanan dan tidak pula menentukan dunia untuk dirinya sendiri.
Ketika isterinya mengeluhkan beratnya penderitaan dan kesusahan hidup, Nuruddin memberinya tiga toko pribadi di kota Homs. Lalu dia berkata, “Itu semua yang aku miliki. Dan jangan berharap kepadaku untuk meletakkan jariku pada uang umat yang diamanatkan kepadaku. Aku tidak akan mengkhianatinya. Dan, aku tidak mau menceburkan diri dalam siksa Allah hanya karenamu.”
Sabth bin al-Jauzi berkata, “Ia memiliki beberapa pohon kurma. Ia memintal benang dan membuat manisan, lalu menjualnya secara sembunyi-sembunyi dan memakan dari hasil penjualannya."

Cerdas dan Berwawasan
Ibnu Katsir berkata, “Nuruddin sosok yang pintar, cerdas dan sangat melek akan situasi kontemporer”. Imam adz-Dzahabi juga berkata, “Nuruddin baik tulisannya, banyak membaca, shalat berjamaah, berpuasa, membaca al-Qur’an, bertasbih, hati-hati dalam makanan, menjauhi dosa-dosa besar, meniru-niru para ulama dan orang-orang pilihan.”
Ia mengarang buku tentang konsep jihad. Ia adalah pengikut mazhab Hanafi yang menadapat izin untuk meriwayatkan Hadits-Hadits. Di dalam majelisnya tidak dibicarakan hal-hal kecuali ilmu, agama, dan berkonsultasi tentang jihad. Belum pernah didengar darinya kalimat keji, dalam kondisi marah atau ceria. Ia benar-benar seorang pendiam.
Dialah mujahid yang paling ditakuti, tapi lembut dan penyayang

No comments:

Post a Comment